Sebuah acara sederhana yang digagas secara spontan baru saja berakhir. Yah, berawal dari sebuah obrolan ringan sekitar kegiatan liburan yang dilakukan oleh beberapa rekan tiba-tiba tercetus untuk mengadakan acara Touring. Entah siapa yang mula-mula mengajukan ide itu, saya lupa. Tapi, saya yang tidak terlalu lama ikut ngobrol sempat menyampaikan kalau memang mau touring enaknya ada kegiatan lain ditempat tujuan, misalnya mancing. Meskipun saya menyampaikan akan hal itu bukan berarti saya akan ikut apalagi pasti ikut acara tersebut, yah sekedar masukan lah bagi ide rekan saya itu. Selanjutnya saya tidak lagi terlibat dalam obrolan itu karena saya ada keperluan lain.
Selang beberapa hari kemudian saya mendapatkan informasi dari rekan, katanya acara touring-nya jadi. Banyak rekan lain yang merepon positif dan mau ikut tambahnya. Selain itu rekan saya itu juga menyebutkan nama tempat tujuan, yaitu "Waduk Cirata". Mendengar "Waduk Cirata" benak saya langsung membayangkan akan suatu tempat dengan perairan tenang yang terhampar luas. Tentu bukan kegiatan renang yang kemudian ada dalam benak saya karena saya memang sejak dulu tidak bisa berenang, meskipun dulu waktu masih sekolah di SMP saya sudah sering minum air kolam renang (karena sering kelelep he he he...), tapi tetap saja sampai sekarang saya tidak bisa berenang. Yang kemudian saya bayangkan dengan waduk Cirata adalah kagiatan memancing. Yah, kegiatan memancing merupakan kegiatan yang pernah singgah menjadi salah satu kegemaran saya dalam kegiatan mengisi waktu luang. Mulai dari sejak kecil, remaja, dewasa, bahkan sampai jadi bapak pun memancing masih pernah singgah dalam kegiatan saya meskipun hanya sekali waktu. Macam-macam areal pemancingan, seperti sungai kecil, sungai sedang, sungai besar, kolam, setu atau danau sudah pernah dicoba. bahkan sempat juga memancing di laut, meskipun hanya di pinggirnya saja. Tapi terus terang semuanya dilakukan dengan cara amatiran.
Yah, meskipun demikian masing-masing areal pemancingan memberikan sensasi tersendiri. Di laut misalnya, tempatnya sangat menantang. Dari tebing dengan ketinggian sekitar 10 m - 15 m dan ombaknya yang kuat mengahantam tebing saya berusaha melempar pancing sejauh-jauhnya agar pancing dapat sampai ke tempat yang diperkirakan banyak ikannya. Agar pancing dapat mencapai titik yang jauh maka bandul yang digunakan pun harus berat sehingga mampu menembus kuatnya tiupan angin. Tali pancingnya harus panjang dan pancingnya juga harus berukuran besar dan kuat, meskipun ikan yang dipancing belum tentu besar. yang menarik adalah cara melemparkan pancing itu. Karena tidak menggunakan joran, pancing harus dilemparkan dengan cara seperti yang dilakukan oleh seorang koboi dalam melempar tali laso. Di sini harus hati-hati jangan sampai ketika pancing dilempar ada bagian tali yang tersangkut, sebab akibatnya berbahaya. Pancing yang dilempar bisa balik dan menimpa kita atau mungkin menimpa kawan kita. Ini pernah terjadi menimpa kawan saya, namanya Pak Ruslan. Pancing yang dilempar justru berbalik dan menancap pada ibu jarinya. Karena pancing yang menancap sulit untuk dilepaskan, akhirnya Pak ruslan dibawa ke puskemas dan dioperasi demi untuk melepas pancing yang menancap pada ibu jarinya itu. Itu kesan yang sedikit tragis.
Ada kesan yang lain yang seru. Kawan saya, namanya Pak Iswadi, strike (maaf memakai istilah yang biasa dipakai pemancing profesional seperti dalam acara mancing mania di Trans 7). Tarikannya sangat kuat sehingga dengan cepat menarik benang yang ada digulungan. Saking kuatnya tarikan ikan itu dan entah bagaimana prosesnya tiba-tiba benang itu melilit pergelangan tangan Pak Is (panggilan Pak Iswadi) hingga akhirnya tarikan dan lilitan benang itu meninggalkan goresan-goresan merah dan pendarahan pada pergelangan tangannya. Saya yang melihat kejadian buru-buru ikut membantu dengan menarik tali pancing itu. Ternyata tarikannya benar-benar kuat hingga saya pun kesulitan menariknya. Pantas saja lengan Pak Is itu sampai berdarah-darah.
"ini pasti ikannya sangat besar" pikir saya. "Jangan dikendorin talinya yah. Ini pasti ikan pari" kata Pak Is. "ya" jawab saya. Saya tahu maksud Pak Is itu untuk tidak mengendorkan tali, yaitu agar jangan sampai ikannya menyentuh dasar atau karang, karena kalau sudah menyentuh karang biasanya ikan pari akan mencengkram karang dengan kuat. Kalau sudah begitu jangan harap ikan itu akan dapat diperoleh, yang ada malah pancing atau talinya malah putus.
Oleh karena itu saya dan Pak Is terus berusaha menarik talinya dengan cara tarik ulur dengan maksud menghindari putusnya tali. Sampai akhirnya dengan susah payah kami berhasil menarik ikan itu sampai ke dasar tebing hingga jelas ikan apa dan sebesar apa ikan itu. Waww ternyata benar yang dibilang Pak Is tadi. Ternyata ikan itu adalah ikan pari berukuran besar dengan berat kira-kira 7 sampai 9 kg. Kami puas bisa menarik ikan sebesar dan seberat itu. Namun sungguh sangat disayangkan ketika ikan itu akan diangkat dari dasar tebing tiba-tiba beban yang tadinya begitu berat berubah menjadi sangat ringan sekali. Saya merasa ada sesuatu yang hilang. walah - walah ternyata pancingnya patah tinggal sepotong.
Kembali ke masalah rencana touring ke Cirata. Setelah tahu tujuan touringnya ke Waduk Cirata maka ketika ditanya oleh teman saya "mau ikut nggak?", saya langsung menjawab "insyaalloh ikut". Padahal waktu itu saya belum membicarakannya dengan sang istri. Loh kok bawa-bawa istri? Ya iyalah. Bagi kita orang yang sudah mengikat hidup bersama dalam ikatan suami istri hal-hal yang menyangkut hidup dan kehidupan bersama harus dibicarakan bersama. Tapi tidak termasuk kategori suami takut istri kan? oh tidak. Kenapa harus takut wong tidak salah apa-apa kok. ya dak? (wah nggak nyambung nih)
Yah waduk cirata telah berhasil menarik hati saya, meskipun saya belum pernah tahu seperti apa wajahnya. Dalam benak saya Waduk Cirata itu cantik, lembut, dan menggairahkan (kalau diterjemahkan kira-kira begini: cantik itu berarti tempatnya indah, lembut berarti airnya tenang karena dalam, menggairahkan maksdunya banyak ikannya). Karena sudah merasa tertarik akhirnya saya sampaikan juga keinginan saya itu kepada sang istri. Alhamdulillah dia tidak keberatan.
Sampailah pada hari H nya. Sekitar jam 5 sore kawan-kawan yang janji mau ikut sudah kumpul semua. Saat itu ada 10 orang yang siap berangkat dengan 7 motor. Mereka adalah Pak Hedy dengan Supra-x nya, Pak Rahardian dengan Smash-nya, Pak Widiantoro dengan Yupiter-z nya, Pak Maman dan Pak Rudy kayaknya pake yupiter (maaf pake kayaknya, habisnya motornya gelap sih alias hitam semua nggak ada stripingnya, he he), Pak Dody dan pak Komar pake Supra-x 125, Pak Maming dengan Beat-nya, dan OB Budi, dan tak ketinggalan saya sendiri SM pake smash (maaf namanya pakai inisial, karena itu mengikuti aturan penulisan yang diatur sendiri oleh penulis. hehehe..). Sempat timbul sedikit keraguan mengenai keberangkatan karena saat itu cuaca mendung bahkan gerimis sudah turun. Tapi semua sepakat tetap berangkat.
Diawali dengan doa bersama memohon keselamatan kami pun akhirnya berangkat dan touring untuk yang pertamakali pun akhirnya dimulai. Perlahan-lahan kami meninggalkan tempat star yaitu SMAN 9 Bogor Jl. Kartini. ( maaf penyebutan Jl.Kartini ini sekarang menjadi sangat penting, karena SMAN 9 kini sudah punya gedung tambahan, yaitu di Jl. Mantarena). Keluar Jl Kartini, masuk Jl Merdeka, lalu melewati Jembatan Merah, kemudian belok kanan memotong jalan memasuki Jl Paledang. Keluar dari Jl Paledang lalu masuk ke Jl. Ir H Juanda terus melewati BTM, gerbang Kebun Raya, masuk Jl. Surya Kencana terus lurus lalu berhenti sejenak mengisi bensin di Pom Bensin Sukasari. Lanjut melewati Ekalokasari masuk daerah Tajur teruuuuus .. masuk sekilas ke jalan Tol Ciawi, melewati Universitas Djuanda, Pasar Ciawi, terus lanjut perjalanan hingga sampai di depan tol Gadog. Tanda-tanda kemacetan mulai nampak. Hawa dingin juga sudah mulai terasa apalagi saat itu juga turun hujan gerimis. Masuk daerah Cipayung perjalanan merayap dimulai. Tak terasa waktu magrib telah tiba. Perjalanan terus berlanjut dan baru berhenti disebuah mesjid di daerah Cisarua, lalu kami pun shalat Magrib berjamaah di mesjid itu (nama mesjidnya lupa). Selepas shalat maghrib kami istirahat sejenak sambil lesehan di halaman masjid.
Perjalanan selanjutnya semakin menantang. Jalanan menanjak dan menikung semakin terasa. Jalanan yang basah dan udara yang dingin serta gelapnya malam ditambah lagi ramai dan lancarnya lalu lintas, baik yang searah maupun yang berlawanan arah membuat kami harus ekstra hati-hati. Beberapa waktu lamanya kami harus menghadapi medan perjalanan seperti itu. Perjalanan yang menegangkan. Itulah situasi perjalanan di daerah Puncak.
Alhamdulillah daerah Puncak sudah kami lalui. Kini jalanan bukan lagi menanjak. Kami harus menghadapi jalanan menurun dan menikung dengan suasana jalan yang masih sama seperti ketika di daerah puncak, ramai dan lancar. Itu artinya kami sudah melewati puncak pas dan memasuki daerah Pacet.
Perjalanan terus berlanjut memasuki daerah Cipanas. Udara di Cipanas cukup Cerah. Tidak hujan ataupun gerimis seperti di daerah Puncak. Beberapa saat setelah melewati Istana Cipanas, panggilan masuk berbunyi. Pak Dody mengabarkan motor yang ditumpanginya bersama pak Komar mengalami kempes ban. Ia menyampaikan bahwa pak Komar sementara ini sedang naik angkot. Saya diminta menunggunya. Ok, akhirnya saya pun berhenti untuk menunggu angkot yang membawa Pak Komar. Tak butuh waktu lama saya menunggu pak Komar, kami pun bertemu. Lalu saya dan pak Komar menunggu pak Dody, juga tak butuh waktu lama untuk menunggunya. Lalu kami melanjutkan perjalanan santai untuk mencari bengkel yang masih buka. Alhamdulillah, tanpa harus menempuh perjalanan jauh kami pun menemukan bengkel ban yang kebetulan masih buka. Komunikasipun berjalan dengan kawan-kawan yang lain hingga kami bisa berkumpul menunggu pak Dody mengganti ban motornya.
Beres mengganti ban motor pak Dody, kami sepakat melanjutkan lagi perjalanan dan disepakati pula saya yang berangkat dengan posisi duluan. Saya pun langsung tancap duluan dengan tenangnya. Tanpa ada keraguan sedikitpun, saya pede menempuh perjalanan. Padahal jujur baru kali ini melakukan perjalanan dengan medan yang belum saya kenal dan di malam hari pula. Pun ketika ada belokan saya tidak ada keraguan sedikitpun, pokoknya yang jalannya lebih rame itulah yang saya tempuh dengan asumsi kalaupun saya salah jalan saya masih bisa ketemu orang yang bisa saya tanya.
Jauh sudah rasanya perjalanan yang saya tempuh sejak motor pak Dody ganti ban tadi. Bahkan ketika saya menjumpai jalanan datar dan lurus saya sudah mulai berfikir bahwa saya sudah akan sampai di tempat tujuan. Tapi kemana kawan-kawan? Tidak biasanya saya berada diposisi depan dengan waktu yang lama seperti ini. Padahal biasanya biarpun saya berangkat duluan kawan-kawan akan dengan mudahnya mengejar saya. Rasa pede yang sedari tadi sempat muncul kini tiba-tiba saja mulai luntur. Apalagi jalanan yang datar dan lurus itu kini mulai sepi, meskipun saya berfikir secara positif dengan mengatakan pada diri sendiri bahwa sepinya jalan disebabkan karena hari sudah malam, tetapi tetap saja itu tidak membuat rasa pede bangkit lagi. Memang saat itu waktu kira-kira sudah menunjukan sekitar jam 10 an. Jadi saya fikir wajar kalau jalanan sudah mulai sepi.
Rasa khawatir mulai muncul. "Jangan-jangan saya nyasar", pikirku. Akhirnya saya memutuskan untuk berhenti di tempat yang strategis agar bisa dilihat dan melihat kawan yang lewat. Saya pun mencoba menghubungi beberapa nomor kawan, tapi tidak ada yang nyambung. Lalu saya berdiri memperhatikan kendaraan-kendaraan yang datang, khususnya motor. Beruntung tidak lama kemudian nampak Pak Maming dan Pak Hedy. Saya langsung memberikan kode agar mereka berhenti. Merekapun berhenti dan kemudian kami terlibat dalam obrolan. Cerita punya cerita ternyata motor yang dikendarai Pak Dody yang bannya tadi diganti harus diganti lagi karena mengalami kebocoran lagi. Jadi Itulah sebabnya kenapa saya bisa terpisah jauh dari kawan-kawan.
Satu persatu kemudian kawan yang lain berdatangan. Setelah semuanya kumpul kami pun sepakat segera melanjutkan perjalanan. Ternyata tempat yang akan kami tuju masih cukup jauh. Katanya memerlukan waktu sekitar 2 jam lagi untuk sampai di tempat tujuan. Itu artinya kami baru akan sampai sekitar jam 12-an.
Mendekati tempat tujuan perjalanan semakin seru dan menantang. Bagaimana tidak, dalam kegelapan dan kesunyian, serta dinginnya malam dan asingnya medan, kami menyusuri jalan berdebu, berlubang, berbatu, tikungan dan tanjakan. Lewat dari situ kemudian kami memasuki kawasan berpenghuni. Jalanan mulai terang oleh nyala lampu yang dipasang di teras-teras rumah disepanjang jalan yang kami lalui.
Tak lama kemudian kami pun sampai di rumah mertua pak Hedy. Kami dijamu makan malam dengan menu yang sangat mengundang selera. Apalagi kami semua dalam keadaan lapar setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan. Kami semua makan dengan lahap. Selesai makan kami langsung mempersiapkan diri untuk menuju waduk Cirata. Ada banyak bahan dan bekal yang akan dibawa yang ternyata sudah disiapkan oleh Pak Hedy.
Perjalanan menuju waduk Cirata dilakukan dengan santai. Hal ini dikarenakan perjalanan menuju waduk Cirata melewati pemukiman padat penduduk. Jadi maksudnya biar tidak menggangu orang yang sedang istirahat tidur. Sepanjang jalan saya mencoba mencari tahu nama tempat ini. Tepat dipersimpangan menuju waduk Cirata ada sebuah instansi, namun sangat disayangkan saat saya sedang menulis cerita ini saya lupa apa nama intansi tersebut. satu-satunya yang teringat oleh saya adalah nama kabupatennya, yaitu Kabupaten Bandung Barat. (bersambung)
Satu persatu kemudian kawan yang lain berdatangan. Setelah semuanya kumpul kami pun sepakat segera melanjutkan perjalanan. Ternyata tempat yang akan kami tuju masih cukup jauh. Katanya memerlukan waktu sekitar 2 jam lagi untuk sampai di tempat tujuan. Itu artinya kami baru akan sampai sekitar jam 12-an.
Mendekati tempat tujuan perjalanan semakin seru dan menantang. Bagaimana tidak, dalam kegelapan dan kesunyian, serta dinginnya malam dan asingnya medan, kami menyusuri jalan berdebu, berlubang, berbatu, tikungan dan tanjakan. Lewat dari situ kemudian kami memasuki kawasan berpenghuni. Jalanan mulai terang oleh nyala lampu yang dipasang di teras-teras rumah disepanjang jalan yang kami lalui.
Tak lama kemudian kami pun sampai di rumah mertua pak Hedy. Kami dijamu makan malam dengan menu yang sangat mengundang selera. Apalagi kami semua dalam keadaan lapar setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan. Kami semua makan dengan lahap. Selesai makan kami langsung mempersiapkan diri untuk menuju waduk Cirata. Ada banyak bahan dan bekal yang akan dibawa yang ternyata sudah disiapkan oleh Pak Hedy.
Perjalanan menuju waduk Cirata dilakukan dengan santai. Hal ini dikarenakan perjalanan menuju waduk Cirata melewati pemukiman padat penduduk. Jadi maksudnya biar tidak menggangu orang yang sedang istirahat tidur. Sepanjang jalan saya mencoba mencari tahu nama tempat ini. Tepat dipersimpangan menuju waduk Cirata ada sebuah instansi, namun sangat disayangkan saat saya sedang menulis cerita ini saya lupa apa nama intansi tersebut. satu-satunya yang teringat oleh saya adalah nama kabupatennya, yaitu Kabupaten Bandung Barat. (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar